A. Teori
Lahan Menurut Von Thunen
Teori
nilai lahan dikembangkan oleh Von Thunen (1826). Von Thunen menyatakan bahwa
pola penggunaan lahan sangat ditentukan oleh biaya transportasi yang dikaitkan
dengan jarak dan sifat barang dagangan khususnya hasil pertanian.
Von
Thunen mengkondisikan ada empat hal yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Isolated
state;
2. Uniform
plain;
3. “transportation
costs” berbanding lurus dengan jarak; dan
4. Maximise
profits
Namun
walaupun teori yang dikemukakan oleh Von Thunen dapat dikatakan teori yang bisa
dikatakan banyak digunakan namun tetap memiliki kekurangan yang antara lain
bahwa semua kota tidak memiliki kondisi fisik lingkungan yang sama
(uniformplain). Sehingga kota akan memiliki pola penggunaan lahan yang
berbeda-beda sesuai dengan karakteristik wilayahnya.
Menurut
teori von Thunen, daerah perkotaan adalah pasar bagi produk-produk yang dihasilkan
di daerah sekelilingnya. Karena itu, keberadaan dekat dengan daerah perkotaan
adalah sangat penting bagi aktivitas-aktivitas ekonomi. Oleh karena itu kota
atau perkotaan sangat penting bagi daerah disekitarnya untuk membantu aktivitas
aktivitas ekonomi dan sebagainya sehingga seluruh kegiatan dapat
didistribusikan dengan baik dan cepat sampai.
Von
Thunen berasal dari jerman dan merupakan seorang ahli ekonomi yang mengemukakan
teori landuse,sehingga Von thunen lebih mengetahui tentang bagaimana biaya dan
jarak yang ideal bagi perdagangan, sehingga dalam perkembangannya seperti jarak
tepuh untuk suatu barang agar sampai ke tempat tujuan dengan aman
diperhitungkan dan juga jarak yang jauh akan memakan biaya yang lebih banyak
B. Perkembangan
Teori Von Thunen
Johann Heinrich von Thunen Pada Tahun 1826
pertama-tama mengembangkan sebuah model lingkaran konsentrik sebagai suatu
model pola-pola pendayagunaan lahan yang memaksimisasikan sewa tanah di suatu
wilayah idaman dalam bukunya berjudul The Theory of Isolated State.
Model von Thunen ini menjelaskan mengapa sewa tanah
naik bersama accessibility (aksesibilitas/keterjangkauan) tanah. Dalam model
itu, ia mengasumsikan suatu negara bagian yang terpencil dengan sebuah desa
sebagai pasar yang dikelilingi oleh topografi, tanah datar dan iklim yang sama,
dimana tidak terdapat jaringan transportasi, output per are adalah konstan,
biaya produksi rata-rata juga konstan, berlaku biaya transpor yang linier.
Model
von Thunen mengasumsikan semua faktor sama hingga hanya jarak dari desa itu
yang mempengaruhi pendayagunaan lahan. Hampir semua barang yang dihasilkan di
luar desa/pasar itu dikonsumsi di desa/pasar itu. Model von Thunen menggunakan
konsep gradien sewa sebagai tempat kedudukan bid rents, yakni, fungsi linier
jarak dari pasar dan yang lerengnya bergantung pada harga pasar suatu komoditi,
bobot komoditi itu, taripa angkutan dan biaya produksi.
Dengan
asumsi-asumsi itu, model lingkaran konsentrik von Thunen menunjukkan
kurva-kurva penawaran sewa tanah bagi beberapa aktivitas. Untuk tiap aktivitas,
kurva penawaran sewa menurun semakin jauh dari pasar. Agar bid rent maksimum,
ditanam komoditi yang menghasilkan sewa tertinggi untuk tiap aktivitas.
C.
Sumber
:
Jurnal :
1.
Soepono
S.1998. “PERANAN DAERAH PERKOTAAN BAGI
PEMBANGUNAN REGIONAL PENERAPAN MODEL THUNEN YANG DIMODIFIKASIKAN DI INDONESIA”
: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol 13 No.2 Tahun 1998
2.
Wahyuningsih
Melik.2008 “POLA DAN FAKTOR PENENTU NILAI LAHAN PERKOTAAN DI KOTA SURAKARTA” :
Tugas Akhir JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
DIPONEGORO SEMARANG
0 komentar:
Post a Comment